|
Lelaki Madura mengenakan baju lorek dan udeng kain |
Meskipun Madura adalah sebuah pulau yang terpisah dari Pulau Jawa,
kebudayaan Jawa dalam arti luas berpengaruh sangat besar dalam berbagai
segi kehidupan masyarakat sukubangsa Madura. Oleh karena kebudayaan
Madura termasuk dalam daerah kebudayaan Jawa, maka jenis dan bentuk
busananya pun memiliki beberapa kesamaan dengan busana dari
daerah-daerah lain di Pulau Jawa. Secara umum masyarakat sukubangsa
Madura mengenal perbedaan busana berdasarkan usia, jenis kelamin,
status sosial maupun kegunaannya, baik sebagai busana sehari-hari
maupun untuk keperluan upacara.
Masyarakat umum mengenal pakaian khas Madura, yaitu hitam serba
longgar dengan kaos bergaris merah putih atau merah hitam, di
dalamnya, lengkap dengan tutup kepala dan kain sarung. Sebenarnya,
pakaian yang terdiri dari baju pesa`an dan celana gomboran ini
merupakan pakaian pria untuk rakyat kebanyakan, baik sebagai busana
sehari-hari maupun sebagai busana resmi. Adanya pengaruh cara
berpakaian pelaut dari Eropa, terutama kaos bergaris yang digunakan.
Dalam penggunaannya, baju pesa`an, celana gomboran dan kaos
oblong ini memiliki perbedaan fungsi bila dilihat dari cara
memakainya. Kalangan pedagang kecil, seringkali mempergunakan baju
pesa`an dan kaos oblong warna putih, dipadu dengan sarung motif
kotak-kotak biasa. Sebaliknya para nelayan, umumnya hanya menggunkan
celana gomboran dengan kaos oblong.
Jaman dahulu, masyarakat mengenal baju pesa`an dalam dua warna, yaitu
hitam dan putih. Baju pesa`an biasanya dipakai oleh guru agama atau
molang. Pada masa sekarang, baju pesa`an warna hitamlah yang
menjadi ciri khas. Warna hitam ini melambangkan keberanian. Sikap
gagah dan pantang mundur ini merupakan salah satu etos budaya yang
dimiliki masyarakat Madura. Garis-garis tegas merah, putih atau
hitam yang terdapat pada kaos yang digunakan pun memperhatikan sikap
tegas serta semangat juang yang sangat kuat, dalam menghadapi
segala hal.
Bentuk baju yang serba longgar dan pemakaiannya yang terbuka
melambangkan sifat kebebasan dan keterbukaan orang Madura.
Kesederhanaan bentuk baju ini pun menunjukkan kesederhanaan
masyarakatnya, teguh dan keras. Sarung palekat kotak-kotak dengan
warna menyolok dan sabuk katemang, ikat pinggang kulit lebar dengan
kantong penghimpun uang di depannya adalah perlengkapan lainnya.
Terompah atau tropa merupakan alas kaki yang umumnya dipakai.
Berbeda dengan rakyat kebanyakan, kalangan bangsawan biasanya
menggunakan rasughan totop (jas tutup) polos dengan samper kembeng
(kain panjang) di bagian bawah, secara umum sebagaimana busana Solo
dan Yogya. Perbedaannya adalah pada odheng, tutup kepala yang
dikenakan. Untuk sehari-hari odheng yang digunakan adalah odheng
peredhan dengan motif storjan, bera` songay atau toh biru.
Perlengkapan busana seperti sap osap (sapu tangan), jam saku, jepit
kain, stagen, sabuk katemang, dan perhiasan lainnya terutama selok
(seser) atau cincin geleng akar (gelang dari akar bahar). Arloji
rantai acap digunakan. Sebum dhungket atau tongkat, termasuk kelengkapan
pakaian yang membedakan penampilan dan kewibawaan seorang bangsawan
dengan rakyat biasa.
|
Jenis Odheng (Udeng) mulai dari yang kain hingga Odheng jadi |
Pada saat menghadiri acara resmi, rasughan totop umumnya berwarna
hitam digunakan lengkap dengan odheng tongkosan kota, bermotif
modang, dulcendul, garik atau jingga. Odheng pada masyarakat Madura
memiliki arti simbolis yang cukup kompleks, baik dari ukuran, motif
maupun cara pemakaian. Ukuran odheng tongkosan yang lebih kecil dari
kepala, sehingga membuat si pemakai harus sedikit mendongak ke atas
agar odheng tetap dapat bertengger di atas kepalanya, mengandung
makna “betapapun beratnya beban tugas yang harus dipikul hendaknya
diterima dengan lapangan dada”.
Bentuk dan cara memakai odheng juga menunjukkan derajat
kebangsawanan seseorang. Semakin tegak kelopak odheng tongkosan,
semakin tinggi dewajat kebangsawananan. Semakin miring kelopaknya,
maka derajat kebangsawanan semakin rendah. Untuk orang yang sudah
sepuh (tua), sayap atau ujung kain dipilin dan tetap terbeber bila si
pemakai masih relatif muda. Ikatan odheng juga memiliki arti tertentu.
Pada odheng peredhan, pelintiran ujung simpul bagian belakang yang
tegak lurus melambangkan huruf alif, yaitu huruf awal dalam bahasa
Arab. Sementara itu, pada odheng tongkosan kota, simpul mati di
bagian belakang dibentuk menyerupai huruf lam alif, yang merupakan
simbol dari kalimat pengakuan akan keesaan Allah (Laa
illaahaillallaah).
Kaum wanita Madura umumnya mengenakan kebaya sebagai pakaian
sehari-hari maupun pada acara resmi. Kebaya tanpa kutu baru atau
kebaya rancongan digunakan oleh masyarakat kebanyakan. Ciri khas
kebaya Madura adalah penggunaan kutang polos dengan warna-warna
menyolok seperti merah, hijau atau biru terang yang kontras dengan
warna dan bahan kebaya yang tipis tembus pandang atau menerawang.
Kutang ini ukurannya ketat pas badan. Panjang kutang dengan bukaan depan
ini ada yang pendek dan ada pula yang sampai perut.
Keindahan lekuk tubuh si pemakai akan tampak jelas dengan bentuk
kebaya rancongan dengan kutang pas badan ini. Hal tersebut merupakan
salah satu perwujudan nilai budaya yang hidup di kalangan wanita
Madura, yang sangat menghargai keindahan tubuh. Ramuan jamu-jamu
Madura diberikan semenjak seorang gadis cilik hendak berangkat
remaja. Demikian pula berbagai pantangan makanan yang tidak boleh
dilanggar, serta pemakaian penggel. Semuanya dimaksudkan untuk membentuk
tubuh yang indah dan padat.
|
Gambaran busana pria madura dan wanita madura |
Pilihan warna yang kuat dan menyolok pada masyarakat Madura
menunjukkan karakter mereka yang tidak pernah ragu-ragu dalam
bertindak, pemberani, serta bersifat terbuka dan terus terang. Oleh
karenaitu mereka tidak mengenal warna-warna lembut. Termasuk dalam
memilih warna pakaian maupun aksesoris lainnya.
Kebaya dengan panjang tepat di atas pinggang dengan bagian depan
berbentuk runcing menyerong khas roncongan Madura, umumnya digunakan
bersama sarung batik motif tumpal, namun ada pula yang memakai kain
panjang dengan motif tabiruan, storjan atau lasem. Warna dasarnya
putih dengan motif didominasi warna merah. Untuk penguat kain
digunakan odhet. Odhet adalah semacam stagen Jawa, terbuat dari
tenunan bermotif polos, dengan ukuran lebar 15 cm dan panjang sekitar
1,5 meter. Warna biasanya merah, kuning atau hitam. Pada odhet
terdapat ponjin atau kempelan, yaitu saku untuk menyimpan uang atau
benda berharga lainnya. Alas kaki yang digunakan adalah sandal
jepit.
Perhiasan yang dikenakan oleh wanita Madura, mulai dari kepala
sampai kaki, juga memiliki daya tarik yang unik. Sebagaimana senjata
bagi laki-laki Madura, perhiasanpun menjadi pelengkap yang utama
bagi busana kaum wanitanya. Hiasan rambut berupa cucuk sisir dan
cucuk dinar, keduanya terbuat dari emas. Bentuknya seperti busur.
Cucuk sisir biasanya terdiri dari untaian mata uang emas atau uang
talenan dan ukonan. Jumlah untaian mata uang ini tergantung
kemampuan si pemakai.
Adapun cucuk dinar, terdiri dari beberapa
keping mata uang dollar. Rambut wanita Madura itu sendiri, biasanya
disisir ke belakang, kemudian digelung sendhal. Bentuknya agak bulat
dan penuh, padat dengan kuncir sisa rambut yang terletak tepat di
tengah-tengah rambut. Letak sanggul umumnya agak tinggi. Sementara
di daerah Madura Timur, bentuknya agak lonjong dan pipih letaknyapun
miring. Hampir sama dengan gelung wanita Bali. Harnal bubut dari
emas, bermata selong dengan panjang sekitaar 12 cm berukuran agak
lebih besar dari harnal pada umumnya juga dipakai untuk menghiasi
rambut. Sebuah tutup kepala, yang terbuat dari handul besar atau
kain tebal disebut leng o leng, menjadi ciri tersendiri pada kelengkapan
wanita Madura. Perhiasan lain yang umumnya dikenakan sebagai
kelengkapan busana adalah anteng atau shentar penthol yang terbuat
dari emas, bermotif polos dengan berbentuk bulat utuh sebesar biji
jagung. Anteng atau anting ini dikenakan di telinga.
Motif hiasan kalung Madurapun terkenal karena ciri khasnya. Kalung
brondong yang berupa rentangan emas berbentuk biji jagung adalah
kalung khas Madura yang biasanya dikenakan bersama liontin. Liontin
atau bandul yang digunakan biasanya berbentuk mata uang dollar
(dinar) atau bunga matahari. Selain itu masih ada motif pale obi
yang menyerupai batang ubi melintir, serta motif mon temon berupa
untaian emas berbentuk biji mentimun. Berat kalung itu rata-rata
5-10 gram, namun adapula yang mencapai 100 gram, bahkan lebih.
Tergantung kemampuan si pemakai. Sepasang gelang emas di tangan kanan
dan kiri dengan motif tebu saeres. berbentuk seperti keratan tebu
merupakan kelengkapan lain yang sering dipakai. Sementara sepasang
cincin dengan motif yang sama dengan gelang dikenakan sebagai hiasan
jari.
Sebagai pelengkap kebaya rancongan, digunakan peniti dinar
renteng, terbuat dari emas dan bermotif polos. Semakin banyak jumlah
dinarnya, semakin panjang untaiannya berarti semakin tinggi
kemampuan ekonomi pemakainya.
Dari seluruh jenis perhiasan yang biasa dikenakan wanita Madura,
penggel adalah salah satu yang paling unik. Penggel merupakan hiasan
kaki dari emas atau perak yang dipakai pada pergelangan kaki kiri
dan kanan. Penggel adalah simbol kebanggaan wanita Madura. Selain
fungsi ekonomi yang juga dapat menunjukkan status ekonomi si
pemakai, penggel juga berfungsi untuk membentuk keindahan tubuh wanita
Madura. Gelang kaki yang terbuat dari emas atau perak, dengan berat
perak ada yang mencapai 3 kg, aapabila digunakan untuk berjalan dan
melakukan aktivitas sehari-hari tentunya akan menguatkan otot-otot
tertentu.
Berbeda dengan yang dikenakan rakyat kebanyakan, wanita bangsawan
tidak menonjolkan kekayaannya melalui bentukbentuk perhiasan yang
menyolok dan cenderung berat. Bentuk perhiasan yang digunakan untuk
rambut, telinga, leher, tangan dan kaki umumnya kecil. Namun, lebih
banyak dihiasi intan atau berlian.
Untuk acara resmi wanita bangsawan Madura mengenakan kebaya
panjang dengan kain batik tulis Jawa atau khas Madura. Alas kakinya
berupa selop tutup. Bahan kebaya biasanya beludru. Warna gelap dan
tidak bermotif. Ujung bawah kebaya berbentuk bulat. Peniti cecek
atau pako malang adalah hiasan kebaya berbentuk paku yang melintang
bersusun tiga dan dihubungkan dengan rantai emas.
Rambut wanita muda digelung malang. Bentuknya seperti angka
delapan melintang yang melambangkan tulisan Allah. di dalamnya
diberi potongan daun pandan sebagai penguat. Untuk wanita yang sudah
berumur dan berpangkat, digunakan gelung mager sereh. Bentuknya sama
dengan gelung malang, tetapi semua ukelnya diisi kembang tanjung
dan kembang pandan. Hiasan rambut terdiri dari cucuk emas dengan
motif ular atau bunga matahari, dilengkapi dengan karang melok dan
duwek remek, yaitu hiasan dari bunga-bungaan.
Giwang kerambu dan kalung rantai berliontin markis yang terbuat
dari emas bertaburan berlian juga dikenakan. Demikian pula gelang
tangan dan hiasan jari berupa cincin emas bermata berlian.
Selain busana dan perhiasan khas wanita Madura, baik dari
kalangan bangsawan maupun rakyat biasa, tatarias wajah wanita Madura
pun cukup unik. Wajah dihiasi dengan jimpit di bagian kening kanan,
kiri atau dahi. Tempat yang dijimpit disebut leng pelengan. Dahulu
leng pelengan dibuat dengan cubitan tangan. Saat ini, kebanyakan
berupan olesan alat kosmetik berupa garis membujur sekitar 1-2 cm
dan berwarna merah. Mata dihiasi dengan celak Arab, sedangkan gigi
dihiasi dengan apa egan, berupa lapisan gigi yang terbuat dari emas atau
platina.
Menarik bukan?
by: Endang Mariani |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar